Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hargai Cabai Rawit di Lombok Tembus Rp200 Ribu per Kg

Harga cabai rawit di Nusa Tenggara Barat naik drastis di awal Ramadan dimana konsumsi atau kebutuhan akan cabai masyarakat meningkat.
Pedagang memilah cabai merah dan cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin (5/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pedagang memilah cabai merah dan cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin (5/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, DENPASAR – Harga cabai rawit di Nusa Tenggara Barat naik drastis di awal Ramadan dimana konsumsi atau kebutuhan akan cabai masyarakat meningkat.

Di sejumlah pasar, harga cabai rawit berkisar di antara Rp165.000 hingga Rp200.000.

Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti menjelaskan cabai rawit lokal atau yang diproduksi di NTB harganya bisa tembus Rp200.000, sedangkan cabai yang datang dari Jawa harganya Rp165.000.

Penyebab semakin pedasnya harga cabai karena stok di dalam daerah berkurang akibat cuaca ekstrem.

“Cabai yang beredar di pasar saat ini dari luar, harganya Rp165.000 per kg, lebih murh dari cabai lokal,” jelas Nelly saat dikonfirmasi, Senin (3/3/2025).

Tingginya harga cabai juga membuat masyarakat mengeluh di media sosial, karena kenaikan harga memberatkan mereka, dimana cabai merupakan salah satu kebutuhan utama bagi rumah tangga maupun pelaku UMKM yang menjual makanan di Ramadan untuk buka puasa dan sahur.

Sementara itu, salah satu petani cabai di Lombok Timur, Subhan menjelaskan stok cabai di petani Lombok Timur seperti di Suralaga, Selong hingga Pringgabaya sudah habis.

Ia melanjutkan, jika pun ada, hanya sedikit yang masih memiliki stok yang menanam di green house, sedangkan di petani konvensional sudah tidak ada. Mengacu pada alasan ini, Subhan mengaku wajar jika harga cabai di pasar tembus Rp200.000.

“Kalau di petani sekarang itu tidak ada stoknya, jika pun ada itu tidak banyak. Yang tanam ulang mati karena hujan kemarin itu. Kami tidak heran kita kalau harganya Rp200.000. Sekarang cabai yang beredar dari Jawa, dari sana pun mahal, belum biaya pengiriman, belum penyusutan,” ujar Subhan.

Subhan menyebut jika ingin kejadian yang sama tidak berulang, petani harus berani beralih dari konvensional ke green house yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem, akan tetapi banyak petani terkendala di biaya, karena biaya green house cukup mahal.

Subhan berharap pemerintah bisa memfasilitasi lebih banyak green house di Lombok Timur.

Selain itu, pemerintah juga didorong untuk memberikan subsidi terhadap pupuk organik, karena pupuk organik membuat tanaman lebih kebal terhadap cuaca ekstrem. Akan tetapi karena harganya mahal dan stok terbatas, membuat petani enggan beralih ke organik. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper