Bisnis.com, DENPASAR – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan disebut telah mendeportasi 128 Warga Negara Asing (WNA) sejak Januari hingga 31 Maret 2025.
Gubernur Bali, I Wayan Koster menjelaskan paling banyak dari negara Rusia sebanyak 32 orang, Amerika Serikat 10 orang, Australia 6 orang, India 6 orang, Timor Leste 6 orang, dan Ukraina 6 orang.
Deportasi dilakukan karena berbagai pelanggaran seperti mengganggu ketertiban umum seperti membuat keributan, berkelahi. Kemudian bekerja secara ilegal.
Koster menjelaskan deportasi merupakan tindakan tegas pemerintah untuk menjaga pariwisata Bali tetap kondusif. Ia juga mengingatkan agar warga asing yang datang berwisata ke Bali mematuhi aturan yang berlaku.
Koster menyebut tidak akan memberikan toleransi terhadap warga negara asing (WNA) yang berperilaku meresahkan dan melanggar hukum di wilayah Bali.
Langkah tegas berupa deportasi langsung akan diambil terhadap WNA yang terbukti melakukan tindakan onar, melanggar norma sosial, atau tidak menghormati budaya dan aturan hukum yang berlaku di Pulau Dewata.
Baca Juga
“Bali adalah rumah yang terbuka bagi wisatawan mancanegara. Namun, setiap orang yang datang ke Bali wajib menghormati hukum, adat, dan budaya lokal. Tidak ada ruang bagi tindakan yang mengganggu ketertiban umum, apalagi membahayakan masyarakat,” jelas Koster, Selasa (15/4/2025).
Terbaru, pemerintah mendeportasi seorang WNA Amerika Serikat, berinisial MM. Laki-laki berusia 27 tahun asal Amerika Serikat yang mengamuk dan melakukan tindakan merusak di Nusa Medika Klinik Pratama, Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, pada Sabtu dini hari, 12 April 2025.
Pelaku MM telah melanggar ketentuan pasal 406 KUHP tentang tindak pidana pengrusakan dan pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Selain itu yang bersangkutan juga melanggar Surat Edaran Gubernur Bali No. 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing Selama Berada di Bali.
Berdasarkan alasan tersebut pelaku akan dikenai Tindakan Administratif Keimigasian berupa deportasi dan penangkalan.
Melansir Antara, berdasarkan data perlintasan Imigrasi, Mitchell diketahui masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai Bali pada 2 April 2025 menggunakan visa saat kedatangan (VoA) yang berlaku hingga 1 Mei 2025.
Meski begitu, polisi kemudian menyerahkan kepada Imigrasi untuk dideportasi dan tidak bisa diseret ke pengadilan karena kepolisian tidak menemukan barang bukti narkoba, termasuk di penginapannya.