Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Geliat Pariwisata Bali Pacu Pembangunan Hotel Usung Keberlanjutan & Tawarkan Investasi

Pariwisata Bali meningkat dengan kunjungan wisman naik 12,68% di 2025, memacu pembangunan hotel berkelanjutan. Investasi hotel fokus pada pengalaman unik dan ramah lingkungan.
Ilustrasi hotel usung konsep hijau dan keberlanjutan. /Istimewa
Ilustrasi hotel usung konsep hijau dan keberlanjutan. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor pariwisata Bali rupanya masih menjadi primadona bagi wisatawan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) Bali sepanjang semester I/2025 mencapai 3.282.747 kunjungan. Angka ini naik 12,68% dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Hal ini menunjukkan daya tarik yang kuat dan posisi Bali sebagai destinasi favorit.

Peningkatan jumlah wisman ini berbanding lurus dengan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel. TPK hotel berbintang di Bali mencapai 64,66% pada Juni 2025, naik 6,56 poin dari Mei.

Senior Associate Director Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mengatakan Bali terus menjadi tujuan utama investasi perhotelan di Indonesia. Daya tariknya terletak pada reputasi pariwisata globalnya dan keragaman konsep perhotelan mulai dari struktur hotel vertikal hingga akomodasi bergaya vila yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan preferensi pasar.

“Bali merupakan salah satu daerah dengan beragam konsep perhotelan tidak hanya bangunan hotel konvensional yang dibangun secara vertikal,” ujarnya dalam laporan dikutip Sabtu (16/8/2025).

Secara konsep, keberlanjutan dan praktik ramah lingkungan mulai mendapatkan perhatian lebih dan akan mendorong tingkat permintaan kamar. Kelompok hotel besar telah mengadopsi program yang sadar lingkungan untuk menyelaraskan dengan tren ini. Fitur desain berkelanjutan yang umum termasuk memaksimalkan cahaya dan ventilasi alami serta menggabungkan taman vertikal untuk mengurangi konsumsi energi.

Menurutnya, inisiatif ini tidak hanya mendukung tujuan lingkungan tetapi juga menurunkan biaya operasional dan menarik bagi pelancong yang lebih muda dan melek media sosial. Di luar desain arsitektur, hotel menerapkan praktik operasional seperti mengganti plastik dengan botol kaca, mengelola sumber daya makanan melalui pertanian, dan mempromosikan makanan dari pertanian. 

“Pertanian ini juga dapat berfungsi sebagai pengalaman tamu interaktif, meningkatkan keterlibatan dan kesadaran keberlanjutan,” katanya. 

Dia menilai kondisi perhotelan Bali mengalami pemulihan bertahap sejak libur Idul Fitri di awal April dimana telah mengalami peningkatan kinerja yang signifikan. Adapun tingkat keterhunian atau okupansi kamar hotel pada kuartal II/2025 mencapai 70,5% dan diproyeksikan hingga akhir tahun dapat mencapai 73,1%. 

Perbaikan tingkat okupansi ini dipimpin inisiatif pemerintah terutama di tingkat lokal telah kembali berjalan dan berkontribusi pada peningkatan aktivitas. Selain itu, serangkaian libur panjang di kuartal kedua memacu peningkatan pariwisata domestik. Perluasan rute penerbangan langsung dari pasar-pasar utama seperti China dan Australia semakin memperkuat kinerja secara keseluruhan.

“Harapannya, pada kuartal III tahun 2025, kinerja akan terus meningkat. Ketegangan internasional telah mereda sehingga jumlah pasar luar negeri dapat dipulihkan atau bahkan ditingkatkan. Ketegangan geopolitik memengaruhi perjalanan di Eropa yang berpotensi mengurangi segmen ini sebesar 10% hingga 25% pada Juni 2025. Ketidakpastian ini menimbulkan tantangan bagi para pelaku bisnis perhotelan. Periode pemesanan yang dipersingkat dari enam bulan menjadi hanya tiga bulan membatasi strategi penetapan harga karena kurangnya reservasi awal,” tuturnya. 

Sementara itu, wisatawan tetap berhati-hati dan menghindari komitmen di tengah kondisi yang tidak menentu. Adapun lebih dari 60% wisatawan yang datang ke Bali berasal dari pasar domestik. Dari sisi strategi, diversifikasi pasar sasaran disarankan juga menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko dari ketidakpastian pasar yang tinggi.

“Pemerintah, dengan tagline #diindonesiaja, mendorong masyarakat untuk bepergian dalam negeri. Saat ini, yang terjadi adalah daya beli masyarakat rendah, dan harga tiket pesawat domestik cukup tinggi; hal ini cukup menantang,” ucap Ferry. 

Sementara itu, CEO Nuanu Creative City Lev Kroll menuturkan pihaknya tak menampik persaingan hotel di Bali sangat ketat dan jenuh. Namun demikian, peluang untuk membangun hotel dengan konsep berbeda dan kualitas lebih yang dapat menarik wisatawan masih terbuka lebar. Menurutnya, hotel yang mengusung konsep seni, alam, dan pengalaman budaya akan memiliki rerata tingkat hunian yang lebih baik. Pasalnya, pembangunan hotel bukan sekadar luas bangunan saja tetapi juga bersaing dalam hal kualitas pengalaman yang diberikan kepada pada tamu.

“Sebagian pengembang di Pulau Bali mereka bangun banyak pasokan hotel, di sisi lain, permintaan mungkin tidak tumbuh secepat pasokan tersebut. Hal ini menciptakan tekanan untuk saling bersaing bukan pada ketersediaan tetapi kualitas yang ditawarkan. Ini bukan soal murah atau mahal tarif kamar tetapi bagaimana seseorang menghabiskan uang hasil jerih payahnya untuk menginap di suatu tempat untuk mendapatkan pengalaman luar biasa,” terangnya dikutip dalam keterangan resmi. 

Di tengah kondisi pasar hotel yang memasuki titik jenuh di Bali, fokus pengembangan hotel tak bisa sekadar meningkatkan jumlah kunjungan melainkan fokus pada kualitas wisatawan yang mencari pengalaman, budaya, dan keberlanjutan. Pihaknya tak menampik perbedaan antara penawaran dan permintaan hotel di Bali ini menciptakan tekanan persaingan ketat dalam hal kualitas.

“Membangun hotel besar saja tidak cukup tetapi harus menciptakan pengalaman yang luar biasa agar dapat menciptakan mesin ekonomi jangka panjang. Banyak hotel akan menghadapi tantangan di tahun ini dan tahun depan. Ini akan sangat menguntungkan pasar karena akan mendorong mereka untuk memberikan pengalaman yang lebih baik, lebih memanfaatkan keindahan hotel yang lebih dari sekadar kamar. Bali saat ini berada di titik yang luar biasa, di mana tidak cukup hanya bersaing dalam ketersediaan dan ukuran kamar tetapi harus bersaing dalam hal pengalaman yang luar biasa,” ujarnya. 

Adapun saat ini Nuanu bekerja sama dengan pengembang Rentaved akan membangun hotel bintang empat yang diberi nama X Hotel yang dikembangkan di atas lahan seluas 8.400 meter persegi dengan luas bangunan 3.000 meter persegi dan akan memiliki 41 unit kamar. Pembangunan X Hotel untuk menjawab kebutuhan fasilitas akomodasi yang masih terbatas di kawasan Nuanu Creative City seluas 44 hektare.

Adapun Nuanu yang merupakan kawasan destinasi bidang seni, alam, dan budaya di wilayah Nyanyi Kabupaten Tabanan ini hanya memiliki 51 kamar dari 3 hotel yang telah ada sehingga pembangunan X hotel akan menambah pasokan kamar. Kawasan ini juga menjadi lokasi perhelatan kegiatan-kegiatan besar dan bahkan telah menjadi tuan rumah untuk lebih dari 100 acara internasional sebelum pembukaan resminya.

Pertumbuhan jumlah pengunjung bulanan di kawasan Nuanu stabil di angka 10% hingga 15% sepanjang 2025 dengan tingkat kunjungan pada hari biasa mencapai sekitar 2.500 jiwa hingga 3.000 jiwa, sedangkan di akhir pekan atau libur panjang bisa mencapai 5.000 jiwa hingga 6.000 jiwa. 

“Jika kami berhasil menarik tamu yang tepat karena tertarik dengan seni, alam, dan pengalaman budaya unik, maka tingkat hunian dan harga rata-rata akan lebih tinggi dibanding hotel biasa. Apalagi kawasan Nuanu akan ada acara-acara besar, itu akan menambah permintaan akan penginapan,” kata Lev.

Pengembangan hotel baru ini juga membuka peluang investasi karena dibangun dengan mengadopsi konsep kondotel dengan harga unit mulai Rp2,6 miliar hingga Rp4 miliar. Menurut Lev, X Hotel bukan sekadar properti baru melainkan fondasi dari ekosistem hospitality terintegrasi yang berakar pada budaya, kreativitas, dan keberlanjutan.

“Ini adalah kesempatan langka untuk berinvestasi di pasar dengan permintaan yang terus tumbuh, pasokan yang terbatas, dan produk yang dirancang khusus untuk tingkat okupansi tinggi serta pertumbuhan investasi jangka panjang. Hanya hotel yang mampu memberikan value for money yang akan bertahan sehingga kualitas, detail, dan pengalaman menjadi faktor kunci. Kami menargetkan Return of Investment (ROI) 10%-15% per tahun,” ucapnya. 

Pengembangan X Hotel dirancang berbeda karena orientasinya tidak lagi sekadar mengikuti pola perhotelan Bali yang transaksional yang berpusat pada harga kamar, luas ruang, dan tingkat hunian, melainkan mengembalikan inti perhotelan pada keramahtamahan yakni kemampuan menghadirkan pengalaman yang mengubah hidup tamu. Hal ini diarahkan pada seni, alam dan difokuskan untuk menjawab tantangan utama yakni menciptakan pengalaman yang mendalam agar tamu tidak sekadar berkunjung singkat tetapi bisa membuat tinggal lebih lama menikmati semua pengalaman yang dihadirkan di kawasan Nuanu. Pihaknya optimistis rerata tingkat okupansi X Hotel akan mencapai di atas level 60%. 

“Kami optimistis X Hotel bakal bisa unggul di pasar hotel Bali karena tidak diukur dari luas bangunan melainkan dari nilai pengalaman yang ditawarkan kepada tamu. Prinsip utamanya, setiap tamu yang membayar harus merasa mendapatkan pengalaman yang sepadan. Keberhasilan jangka panjang tercapai jika dibangun dengan tepat dan mampu menghadirkan pengalaman terbaik bagi tamu,” tutur Lev.

Head of Corporate Communication Nuanu Real Estate Reyni Wullur menambahkan X hotel akan dikelola oleh Nuanu Hospitality Management dan tidak menggunakan operator internasional. Hal ini karena operator hotel internasional terlalu kaku dan kurang memberi ruang bagi integrasi lokal seni, budaya, dan keberlanjutan.

Dengan dikelola secara mandiri, nantinya hotel tersebut terhubung langsung dengan beragam acara dan kegiatan di Nuanu sehingga memberikan pengalaman eksklusif bagi tamu sekaligus mendorong tingkat okupansi yang tinggi secara konsisten. Terintegrasi hotel dengan ekosistem kota akan memastikan arus tamu yang stabil, sedangkan pengelolaan hotel secara profesional mendorong kinerja yang optimal dan pertumbuhan jangka panjang. Adapun rerata tingkat okupansi 51 kamar hotel yang telah ada di Nuanu mencapai sekitar 60%.

“Kami tidak akan menggandeng operator global, kami memilih jalur pengelolaan secara mandiri berkolaborasi dengan manajemen hotel lokal agar bisa terintegrasi penuh dengan ekosistem infrastruktur dan fasilitas Nuanu mulai dari taman kupu-kupu, kendaraan listrik, sekolah bersertifikat Cambridge, hingga gym berskala besar,” ujarnya. 

Sejak akhir tahun lalu, pembangunan konstruksi proyek X Hotel telah dilakukan dengan pengerjaan struktur utama yang telah selesai. Penyelesaian secara keseluruhan ditargetkan dapat rampung pada kuartal keempat tahun 2026.

Adapun X Hotel dirancang sebagai boutique hotel yang memadukan arsitektur modern dengan sentuhan desain lokal dan mengusung konsep ramah lingkungan serta keberlanjutan. Fasad hotel ini akan terbuat dari material plastik polimer daur ulang yang ramah lingkungan dan aman bagi tamu. Hotel ini juga akan menerapkan praktik berkelanjutan seperti efisiensi energi, pengelolaan limbah, penanaman pohon, dan lainnya sehingga dapat mengedukasi para tamu kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan alam. 

“Kami optimistis bisa terserap penjualan dalam 3 bulan mendatang,” kata Reyni. 

Creative Director Oshom Hotel Daisy Angus mengatakan tingkat okupansi kamar hotel di Oshom Bali mencapai 55% hingga 70%. Angka ini lebih tinggi dari tingkat okupansi hotel di kawasan perkotaan Bali. Menurutnya, tingkat okupansi yang cukup baik dipengaruhi oleh pergeseran tren wisatawan di Bali. Jika kunjungan pertama biasanya berfokus pada destinasi populer seperti Uluwatu, Ubud, atau Canggu, maka kunjungan berikutnya cenderung mencari pengalaman baru ke kawasan yang lebih tenang, kreatif, dan autentik

“Pantai Nyanyi dan wilayah sekitarnya seperti Pererenan, Seseh, dan Kedungu punya memiliki daya tarik tersendiri karena lebih berkelanjutan, kreatif, dan bermakna,” ucapnya. 

Adapun tamu yang menginap di Oshom didominasi dari negara Rusia, Ukraina, China, India, Inggris, Uni Emirate Arab, Prancis, Jerman, Australia, Amerika Serikat dan Indonesia. Rerata lama tinggal wisatawan berkisar antara 3 hari hingga 5 hari. Namun, tidak sedikit tamu yang akhirnya memperpanjang masa tinggal di hotel. 

“Kami punya banyak tamu yang awalnya hanya pesan beberapa hari, lalu terus memperpanjang. Ada yang akhirnya tinggal hingga tiga bulan. Bahkan, ada tamu yang pergi lalu kembali lagi dan menjadikan hotel seperti rumahnya,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro