Bisnis.com, DENPASAR – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menegaskan pembangunan akomodasi di Bali harus disertai dengan izin yang lengkap agar tidak merugikan daerah.
Pria yang akrab disapa Cok Ace itu menekankan bahwa legalitas adalah kunci membangun usaha yang berkelanjutan, termasuk bagi pengusaha perhotelan dan penginapan di Bali.
Mantan Wakil Gubernur Bali Periode 2018-2023 itu menegaskan bahwa legal compliance bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi untuk melindungi industri pariwisata dari persaingan tidak sehat.
“Setiap usaha penginapan harus beroperasi sesuai aturan. Legalitas bukan hanya melindungi pelaku usaha, tapi juga menjamin manfaat ekonomi kembali ke masyarakat lokal,” kata Cok Ace dikutip Senin (18/8/2025).
Banyaknya akomodasi seperti villa, hotel, penginapan elit yang tidak berizin di Bali merugikan industri pariwisata, karena akomodasi illegal tidak membayar Pajak Hotel dan Restoran (PHR) di Pemerintah Daerah. Akomodasi illegal juga merugikan akomodasi yang sudah memiliki izin lengkap dan taat pajak.
Sebagai langkah tegas, Pemprov Bali bersama Pemkab Badung baru – baru ini membongkar banyak akomodasi illegal di Pantai Bingin, Badung. PHRI mendukung langkah Pemerintah sebagai bagian dari tindakan tegas dan melindungi pariwisata Bali.
Baca Juga
Cok Ace juga menyebut lima sasaran strategis PHRI, yakni peningkatan kualitas industri, perlindungan dan pembinaan anggota, penguatan daya saing melalui inovasi, kontribusi pada promosi pariwisata berkelanjutan, serta perluasan jejaring dan kolaborasi. PHRI juga mendorong pengembangan akomodasi berbasis masyarakat seperti homestay dan ecolodge yang memadukan kearifan lokal, desain bangunan ramah lingkungan, dan manfaat ekonomi langsung bagi warga.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menjelaskan pentingnya kesiapan administrasi dan tata kelola usaha akomodasi di tengah iklim ekonomi yang kondusif di Bali agar bisnis mampu mencapai keberlanjutan.
“Bisnis yang kuat bukan hanya soal omset besar, tapi juga administrasi yang rapi dan kepatuhan yang terjaga. Pajak adalah tiket legal untuk tumbuh tanpa bayang-bayang masalah hukum,” kata Ariawan
Ariawan merinci tiga pilar yang harus diperkuat pengusaha. Pertama, pengelolaan keuangan dan pencatatan. Misalnya, pengusaha harus memisahkan rekening pribadi dan bisnis, mengelola arus kas, dan menggunakan perangkat akuntansi terintegrasi.
Kedua, sistem administrasi internal, seperti menetapkan SOP yang jelas, memperkuat SDM, dan membangun sistem informasi manajemen. Ketiga, kepatuhan perpajakan. Ariawan mengimbau agar pelaku usaha tidak perlu takut dengan kewajiban perpajakan. Ia meyakinkan, kepatuhan pajak adalah investasi untuk kelangsungan bisnis jangka panjang.
“Pajak tidak dibebankan kepada semua orang secara sembarangan, melainkan hanya kepada mereka yang telah memenuhi persyaratan objektif dan administratif sesuai undang-undang.” Kata Ariawan
Ariawan menjelaskan, sistem perpajakan Indonesia memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk berkembang, dengan adanya tarif khusus bagi UMKM, insentif fiskal, dan skema keringanan pembayaran.
“Dengan kepatuhan, pengusaha tidak hanya menghindari risiko hukum, tapi juga mendapatkan reputasi baik di mata mitra dan investor,” tambahnya.