Bisnis.com, DENPASAR – Perusahaan yang bergerak di bidang penanganan sampah PT Wasteforchange Alam Indonesia atau Eco Bali Recycling menangani 7 ton sampah anorganik di 4 kabupaten/kota seperti Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Perusahaan yang sudah 18 tahun beroperasi di Bali ini terbilang berhasil membangun kesadaran pemilahan sampah di tingkat rumah tangga atau tingkat pertama.
Eco Bali menyediakan dua kantong sampah yang langsung ditempatkan di pelanggan mereka kemudian mengedukasi para pelanggan tentang cara memilah sampah.
Bali Service Area Senior Lead Eco Bali Recycling, Ni Made Dwi Septiantari, menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sudah memiliki 2.200 pelanggan di baik rumah tangga, hotel, restoran hingga villa. Pelanggan tersebut tersebar di 4 kabupaten/kota di Kawasan Sarbagita.
"Setiap pelanggan kami sediakan 2 kantong untuk 2 jenis sampah berbeda. Sampah tersebut kami akan ambil sekali dalam seminggu, saat pengambilan, kantong sampah akan kami ganti dengan yang baru," kata Ni Made Dwi Septiantari kepada Bisnis, Selasa (13/5/2025).
Sampah tersebut kemudian dibawa ke tempat pengolahan Eco Bali di Kawasan Padonan, Kabupaten Badung. Sampah lalu dipilah kembali dan dipisah berdasarkan jenisnya.
Baca Juga
Eco Bali memiliki dua tempat pengolahan, pengolahan tingkat pertama di Padonan, kemudian pengolahan yang lebih besar di Kerobokan.
Dari pantauan Bisnis, Eco Bali sudah mampu memilah dan mengolah sampah plastik secara detail berdasarkan jenis sampah seperti botol, kertas, kantong plastik, hingga kardus terpilah dengan baik.
Masing–masing jenis sampah kemudian dikumpulkan, disatukan dan dimasukkan ke dalam mesin agar terkumpul dengan rapi. Dwi menjelaskan sampah plastik yang sudah diolah tersebut akan dikirim ke pabrik di Jawa.
Dwi mengatakan tingkat keberhasilan atau recycling rate pengolahan sampah plastik Eco Bali mencapai 90%, sampah plastik yang belum berhasil diolah antara lain popok bayi, pembalut lantaran belum ada teknologi yang mampu menangani 2 jenis sampah tersebut.
Eco Bali juga bekerja sama dengan 150 bank sampah di banjar, desa, kemudian 40 TP3SR dan sektor informal dalam pemilahan sampah anorganik.
Dwi menjelaskan Eco Bali membeli sampah plastik yang sudah dipilah oleh bank sampah maupun TP3SR yang ada di banjar (dusun) atau desa.
Dwi menjelaskan ke depan, kerja sama dengan desa atau banjar akan terus diperluas, apalagi ada Surat Edaran (SE) Gubernur yang mewajibkan desa, kelurahan, dan desa adat untuk bisa mengelola sampah masing-masing.
"Kapasitas desa kan terbatas, jadi kami hadir dengan membeli sampah pelastik yang sudah dipilah, dengan itu juga sampah bisa menghadirkan nilai ekonomi bagi desa," ujar Dwi.
Peran Eco Bali juga menarik minat pemerintah pusat yang sedang mencari formula penanganan sampah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Sampah Nasional yang dikomandoi oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menjelaskan ekosistem yang dibangun oleh Eco Bali yang bekerja sama dengan pemerintah desa di Bali bisa cukup bagus dan harus lebih didorong ke depannya.
"Harus ada kolaborasi yang lebih luas antara perusahaan seperti Eco Bali dengan pemerintah, karena model bisnis seperti ini memang dibutuhkan, terutama untuk Bali yang merupakan daerah pariwisata," kata Bima Arya.