Bisnis.com, DENPASAR – Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menggerebek tempat pengoplosan beras di Lombok Barat pada Rabu (30/7/2025).
Direktur Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol FX Endriadi, menjelaskan bahwa pengoplosan beras terungkap setelah Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polda NTB menerima laporan dari masyarakat terkait adanya aktivitas mencurigakan di sebuah rumah di Lombok Barat.
"Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan dan hasil monitoring Kantor Wilayah (Kanwil) Bulog NTB yang menemukan sejumlah pedagang di pasar tradisional menjual beras dalam kemasan lama milik Bulog yang sejatinya sudah tidak beredar lagi. Kecurigaan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda NTB," kata Endriadi dikutip dari siaran pers, Rabu (30/7/2025).
Terduga pelaku berinisial NA diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari lokasi penggerebekan, polisi juga menyita sejumlah barang bukti penting di antaranya beberapa karung berlabel SPHP, beras menir (beras berkualitas rendah yang digunakan untuk mencampur), dan peralatan pendukung lainnya.
Dari hasil penyidikan awal, modus operandi yang digunakan NA adalah dengan mencampur beras kualitas rendah dengan beras yang lebih bagus, lalu dimasukkan ke dalam karung bekas SPHP yang telah dimodifikasi.
Setelah itu, beras oplosan ini dijual ke toko-toko ritel di perkampungan dan pasar tradisional. Beberapa pedagang diketahui telah membeli dan menjual beras oplosan tersebut.
Baca Juga
"Terduga belum ditetapkan sebagai tersangka, namun masih dalam proses pemeriksaan intensif. Kami juga akan memeriksa pemilik toko-toko ritel yang menerima dan menjual beras tersebut sebagai saksi," tutur Endriadi.
Atas perbuatannya, terduga dapat dijerat dengan sejumlah pasal, yakni Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan/atau Pasal 100 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Sementara itu, Pimpinan Wilayah Bulog NTB, Sri Muniati, menjelaskan bahwa pihaknya langsung melakukan monitoring begitu menerima mandat penyaluran beras SPHP dari pemerintah.
Hasil monitoring itu mengungkap penjualan beras dengan kemasan lama yang sudah tidak diproduksi.
"Setelah kami lakukan pengecekan, diketahui bahwa kemasan yang digunakan pelaku sudah lama tidak diproduksi. Bahkan stoknya pun sudah nihil. Diduga kuat, kemasan tersebut dicetak ulang oleh pelaku," kata Sri.
Sri menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh temuan tersebut kepada pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.