Bisnis.com, DENPASAR – Ketua Umum Ikatan Senior Hipmi Indonesia (ISHI) Bali Gde Sumarjaya Linggih mengatakan pengusaha di Pulau Dewata belum banyak memanfaatkan local wisdom untuk menghadirkan bisnis wisata yang berbasis experience di era leisure economy.
Menurutnya, potensi Bali tidak hanya pada destinasi yang indah tetapi juga pada local wisdom yang bisa ditawarkan masing-masing desa wisata. Misalnya, Desa Wisata Penglipuran yang kerap menjadi pilihan wisata. Saat ini, Desa Penglipuran hanya dimanfaatkan sebagai spot foto saja. Belum ada pengusaha yang memanfaatkan keunikan Desa Penglipuran untuk menjual produk lain berupa local wisdom ke wisatawan.
“Penglipuran misalnya, kita belum gali bagaimana minuman dan kulinernya atau tarian khas, pakaian khasnya, padahal itu kan leisure economy, padahal punya banyak hal seperti loloh cemcem [minuman khas Bali],” katanya, Senin (11/6/2018).
Dia yang juga merupakan anggota DPR RI Dapil Bali, mengatakan Pulau Dewata sebagai daerah pariwisata sangat mudah terpengaruh perkembangan globalisasi. Dengan saat ini, perkembangan bisnis lebih mengarah pada leisure economy, maka Bali pun harus mulai beralih ke jenis usaha seperti itu. Selama ini yang masih mendominasi adalah bisnis yang menawarkan goods dan service.
“Kita berinteraksi dengan dunia pariwisata, mulai dari destinasi hingga ada Bank Pembangunan Daerah (BPD) maupun Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang akan terpengaruh,” katanya.
Kata dia, saat ini, bisnis yang lebih banyak muncul di Bali di tengah leisure economy adalah banyaknya lokasi-lokasi foto Instagramable. Bahkan satu lokasi foto, bisa menghasilkan sebanyak Rp25 juta dalam satu hari.
“Saya temukan di Bali ada pohon yang awalnya tidak dimanfaatkan sekarang menghasilkan Rp25 juta sehari, ini seperti suite rome, padahal dipakai untuk tempat selfie,” katanya.